“Disitu
dahulunya Desa Tjng. Mulak berada”, demikian Dahlan mengawali ceritanya sambil
menunjuk ke arah tiang - tiang rumah dari bahan semen di antara semak belukar dan
kebun kopi di pinggir Desa Tanjung Mulak yang terletak tak jauh dari sungai
Lematang. Ketika banjir melanda Desa Tanjung Mulak puluhan tahun silam, mereka
meninggalkan desa mereka yang diterjang banjir dan berpindah menghuni desa yang
saat ini berada di tepi jalan lintas Lahat-Pagaralam yang berjarak sekitar 20
km dari Kota Lahat.
Di
desa ini setiap tahun di bulan Mei selalu disesaki masyarakat Lahat yang berbondong-bondong untuk menyaksikan
event tahunan Lomba Rakit dan Berayutan. Ketika event tahunan ini digelar, masyarakat
dari segala penjuru Lahat berdatangan untuk melihat langsung perlombaan rakit
dan berayutan menyusuri sungai Lematang
yang merupakan sungai terbesar di Kabupaten Lahat. Sungai yang kaya akan hasil
batu, pasir dan ikannya ini telah dijadikan masyarakat Lahat yang tinggal di
sepanjang sungai sebagai sumber kehidupan mereka. Bahkan diyakini sungai ini
telah dimanfaatkan sebagai jalur transportasi/ekonomi sejak masa prasejarah
yang berkembang pesat di dataran tinggi Pasemah (Kabupaten Lahat sebelum
pemekaran).
Akhir-akhir
ini di lokasi start lomba rakit dan berayutan juga dimanfaatkan oleh kelompok
penggiat rafting yang ada di Lahat sebagai tempat start rafting. Hampir setiap minggu lokasi ini
selalu dibanjiri penggila rafting yang bukan saja datang dari Lahat bahkan dari
luar Lahat. Olahraga rafting yang telah menjadi salah satu wisata air di sungai
kebanggaan masyarakat Lahat saat ini sedang digandrungi berbagai lapisan
masyarakat bahkan pejabat di Kabupaten Lahat. Tentu hal ini akan mengairahkan
hidupnya wisata di sungai Lematang.
Dibalik
semua event yang diadakan di Desa Tanjung Mulak, tidak banyak masyarakat Kabupaten
Lahat yang mengetahui potensi lainnya yang terdapat di Desa Tanjung Mulak. Desa
yang secara geografis terletak di tepi sungai
dan di kaki bukit ini menyimpang sejuta pesona alam dan budaya yang tinggi.
“Bisa
saja kita pakai sepeda motor lewat jalan ini, sepanjang jalan dari desa sampai
kebun kami di seberang sungai Mulak sudah di semen” begitu Dahlan melanjutkan
ceritanya. “ Kalau kamu berani
pakai sepeda motor menyeberangi jembatan gantung ini perjalanan kita lebih
cepat” kata Dahlan ketika kami menyeberangi jembatan gantung beralas
papan-papan kayu yang diikatkan pada 2 seling kawat baja dan diperkuat dengan 2
seling kawat baja lainnya dibagian atas. Jembatan gantung dengan lebar sekitar
1 m dan panjang 100 m sempat bergoyang-goyang
ketika kami berada di tengah jembatan. Untuk yang belum pernah menyeberangi
jembatan gantung seperti ini dibutuhkan nyali yang besar, kalau tidak bisa
berjalan merayap bak seorang bayi yang baru belajar merangkak.
Setelah
melewati jembatan gantung sungai Mulak
yang bermuara ke sungai Lematang, perjalanan mulai menanjak. Dan baru 5
menit meninggalkan jembatan gantung kami berhenti sejenak untuk melepas lelah
karena satu diantara kami sudah kelelahan. Tak berapa lama kemudian pejalanan
kami lanjutkan melewati jalan setapak yang menanjak dan sedikit berliku.
Sepanjang jalan ini berupa semak belukar dan tak terlihat perkebunan penduduk.
Kami menjumpai perkebunan kopi atau karet setelah kami berada di daerah yang
sedikit datar.
Dan
untuk kedua kalinya kami berhenti lagi melepas lelah tepat di bawah rindangnya pohon-pohon
karet yang sudah mulai dipanen getahnya. Kami baru menempuh setengah perjalanan
dari total perjalanan yang harus kami tempuh. Sambil duduk di bawah pohon karet
kawan-kawanku membuka botol air mineral untuk membasahi tenggorokan dan menambah sedikit energi untuk melanjutkan
perjalanan berikutnya.
Merasa
cukup melepas lelah kami teruskan perjalanan menyusuri jalan setapak dengan
kebun karet dan kopi nan hijau di sepanjang jalan. Suara merdu burung-burung
bernyanyi menghibur indahnya perjalananan. Jalan yang kami lalui berupa dataran
kebun kopi dan karet di ketinggian 294 mdpl dibagian utara sungai Lematang.
Daerah ini merupakan perbatasan kecamatan Pulau Pinang dan Pagar Gunung.
Setelah
menempuh perjalanan sekitar 45 menit kami memasuki perkebunan kopi milik Jalal.
Ditengah kebun milik Jalal dengan luas sekitar 1 ha terdapat sekelompok
batu-batu yang mempunyai nilai budaya sangat tinggi. Disini terdapat budaya
megalitik berupa arca manusia menunggang kerbau, arca manusia tanpa kepala,
batu datar, menhir dan beberapa tetralith yang menyebar di kebun ini. Batu-batu
yang berada di situs ini oleh masyarakat
setempat di sebut dengan Batu Beteri.
Dari
temuan yang ada dimungkinkan situs Batu Beteri merupakan sebuah kampung
megalitik. Dari berbagai artikel belum pernah menyebutkan adanya tinggalan
megalitik di daerah ini, maka suatu kebanggaan tersendiri dapat menemukan
kembali tinggalan budaya yang jauh tersembunyi. Menurut penuturan Dahlan yang
memandu perjalanan kami memang belum ada orang luar yang berkunjung kesini.
“Masyarakat desa sini saja sangat jarang yang pernah melihat tinggalan
megalitik ini, apalagi orang luar” demikian yang disampaikan Dahlan.
Memang
masih banyak tinggalan prasejarah berupa bangunan megalitik di Kabupaten Lahat
yang belum diketahui masyarakat luas. Semoga dengan telah ditemukannya kembali
tinggalan megalitik di Desa Tanjung Mulak Kecamatan Pulau Pinang akan mendapat
respon positif dari semua pihak yang berkepentingan dan bertanggung jawab
terhadap bangunan megalitik serta dapat juga dijadikan sebagai salah satu aset
wisata budaya.
Penemuan
ini semakin menguatkan slogan yang telah didengungkan Lembaga Kebudayaan dan
Pariwisata “Panoramic of Lahat” bahwa Kabupaten Lahat merupakan “Bumi
Seribu Megalitik”. Dan telah terbukti sampai saat ini di Kabupaten
Lahat telah ditemukan ribuan megalitik di 41 situs yang tersebar di beberapa
kecamatan. Hal ini membuktikan bahwa pada masa prasejarah masyarakat Lahat
telah mengenal kebudayaan yang tinggi. Suatu kebanggaan tersendiri bagi
masyarakat Lahat dan semoga kebanggaan ini dibarengi dengan upaya pelestarian
dan pemanfaatan benda cagar budaya sebagai tujuan wisata yang berdampak positif
bagi peningkatan perekonomian masyarakat di sekitarnya dan pendapatan daerah
berupa pajak dan distrubusi. (By
Mario,Traveler
ke 200 kota wisata dunia).
Dimuat di koran Lahat Pos tanggal 11 Januari 2013
Dimuat di koran Lahat Pos tanggal 11 Januari 2013
0 komentar:
Posting Komentar