Bukit Serelo

Icon dari kota kecil Kabupaten Lahat yang kaya akan Sumber Daya Alam, Budaya dan Bahasa.

Megalith

Peninggalan sejarah yang banyak terdapat di Kabupaten Lahat.

Ayek Lematang

Aliran sungai yang terdapat di Kabupaten Lahat.

Air Terjun

Obyek keindahan alam yang terbanyak di Kabupaten Lahat.

Aktivitas Masyarakat Pedesaan

Kota Lahat yang subur kaya akan hasil perkebunan.

Sabtu, 08 September 2012

Touring Wisata With Scooter

“ Dimana rumah Minhar “ tanyaku setelah kami berada di sebuah rumah di pinggir sawah yang merupakan rumah paling akhir di desa Tanjung Beringin. Rumah panggung dengan halaman cukup luas dan disudut depan halaman terdapat pohon kelapa dengan buahnya yang membuat tenggorokan jadi haus.. “ Ya  benar ini rumah Minhar” sahut seorang ibu yang berada dibawah rumah. “ Nah itu anaknya, tadi Minhar sudah pergi ke kebunnya” sahut ibu itu lagi. Setelah kami sampaikan maksud kedatangan kami, dua orang pemuda berumur belasan tahun mau menghantar kami ke lokasi, tapi saran mereka jangan membawa vespa karena medan perjalanannya cukup parah dan sangat susah kalau pakai vespa, tapi kami menyakinkan mereka bahwa vespa kami sanggup.
 
Untuk kesekian kali nya Lahat Scooter Club (LSC) melaku kan “Touring Wisata” dalam kegiatan mengenal lebih dekat alam Kab. Lahat yang terkenal akan keindahan panorama alamnya. Dari data yang penulis dapat, saat ini di Kabupaten Lahat ada 48 air terjun dan yang paling membanggakan adalah keberadaan peninggalan prasejarah berupa situs megalith yang merupakan terbesar se Indonesia dan Asia bahkan dapat disejajarkan dengan megalith Stonehenge di Inggris dan Easter Island di Chile seperti di beritakan TVRI Nasional pada 7 Agustus 2010 silam. Kali ini anggota LSC yang turut mengikuti touring wisata  antara lain : Deny, Efran, Muldan, Jeber, Wanto, Agus, Yudha, Dedek Toti, Giman, Iqbal, Yanu, Henreiner, Galuh, Onki, Fitri dan penulis sendiri. Total anggota yang ikut 16 orang. Touring wisata kali ini mengunjungi tiga lokasi di tiga kecamatan, yaitu Situs Megalith Batu Bute di Desa Muara Danau Kecamatan Tanjung Tebat, Situs Megalith Batu Beghamben di Desa Tanjung Beringin Kecamatan Kota Agung dan Air Terjun Napalan di Desa Lawang Agung Kecamatan Mulak Ulu.

Untuk sampai di Situs Megalith Batu Bute tidak sulit. Situs ini terletak di sebuah kebun karet di tepi jalan. Dari arah Lahat menuju ke Pagar Alam setelah melewati Desa Lengkung Daun dan lokasi rencana kebun buah Tebing Panjang, akan menjumpai Desa Muara Danau. Disisi kiri jalan terdapat sebuah pertigaan dengan papan petunjuk SMPN 1 Tanjung Tebat, dipertigaan ini belok kiri setelah 300 meter kemudian akan terlihat sebuah arca manusia dan bebatu lainnya yang terletak di perkebunan karet tepat disebelah kanan jalan. Selain itu terdapat juga sebuah papan petunjuk yang menerangkan situs megalith ini. Menurut instansi yang memelihara, situs ini bernama Arca Manusia Muara Danau tapi penduduk sekitar menyebut Batu Bute. Mengapa disebut Batu Bute mungkin dari kepala arca ini yang tidak mempunyai mata atau pada bagian mukanya tidak jelas. Situs ini hanya terlindung oleh rindangnya pohon-pohon karet, belum ada upaya lain untuk melindunginya, padahal seperti tertera dipapan petunjuknya situs ini merupakan cagar budaya yang di lindungi undang-undang no.5 tahun 1992. Setelah puas mengamati dan berphoto bersama di situs megalith Batu Bute kami melanjutkan perjalanan, tapi sebelumnya kami sempat tertahan sekitar setengah jam karena salah satu vespa kami mengalami gangguan pada knalpotnya.

Memasuki jalan kearah Kecamatan Kota Agung, jalanan cukup lenggang dan beraspal mulus. Tidak ada hambatan apapun. Desa Tanjung Beringin berada di sebelah Timur Kantor Kecamatan Kota Agung berjarak sekitar 4 km. Jalan menuju desa sudah sedikit rusak disana sini tapi tidak menghambat perjalanan  kami. Setelah berada di Desa Tanjung Beringin terlihat desa ini sedang membangun infrastruktur jalan dan saluran air, jalanan masih berhampar batu yang belum diaspal.

Untuk sampai di Batu Beghamben masih membutuhkan waktu sekitar setengah jam dari Desa Tanjung Beringin karena jalan menuju kesana merupakan jalan kebun yang sempit hanya cukup untuk berjalan satu orang dan berlumpur. Beberapa kali vespa kami tergelincir dan terbenam di lumpur. Jadi perjalanan ke Batu Beghamben merupakan perjalanan “adventure”. Jalan ini pernah diaspal sebelumnya oleh program AMD (ABRI Masuk Desa) tapi karena tidak ada kendaraan roda empat khususnya yang masuk kesini maka rerumputan tumbuh subur menutup jalan ini dan hanya menyisakan jalan sempit yang cukup untuk satu orang saja. Dan untuk dapat melihat lebih dekat Batu Beghamben kami harus menembus perkebunan kopi.

Betapa takjubnya kami setelah melihat keadaan situs ini. Disini terdapat 2 arca batu, yang pertama sebuah arca manusia yang menggambarkan 3 orang yang saling beghamben (gendong dipundak belakang) sedang arca kedua yang terletak tepat di depan arca pertama menggambarkan arca manusia seperti seorang raja atau satria menunggang seekor gajah, namum arca manusia ini pada bagian kepala telah lepas dan juga posisi arca ini telah miring sekitar 45 derajat.

Situs ini dibawah pemeliharaan Minhar seorang warga Desa Tanjung Beringin yang telah ditunjuk sebagai juru pelihara. Menurut Minhar situs ini perlu perhatian pihak terkait seperti pemagaran dan pengatapan. Juga belum ada papan petunjuk yang menerangkan keberadaan situs ini.

Karena parahnya jalan untuk menuju situs megalith ini dalam perjalanan kembali ke Desa Tanjung Beringin beberapa vespa kami tergelincir di jalan berlumpur bahkan salah satu vespa kami mengalami gangguan. Kami sempat terbagi 2 kelompok, satu kelompok telah sampai di desa dan lainnya masih dalam perjalanan karena gangguan. Menurut penuturan penduduk setempat, kami yang datang kali ini merupakan rombongan terbanyak yang pernah datang ke Batu Beghamben biasanya hanya 2 atau 3 orang saja.

Dalam perjalanan ke Air Terjun Napalan di Desa Lawang Agung Kecamatan Mulak Ulu jalan beraspal sangat  baik walau terdapat sedikit tikungan, turunan dan tanjakan. Justru kondisi seperti ini sangat mengasyikan perjalanan kami. Setelah melewati Desa Air Puar salah satu vespa kami terpaksa harus berhenti sebentar karena tali gasnya putus. Selama satu vespa kami mengalami gangguan semua vespa berhenti dan menunggu sampai kami semua dapat melanjutkan perjalanan. Memang beginilah solidaritas anak-anak vespa yang sangat menjunjung tinggi persaudaraan dan solidaritas antar mereka.

Rencana sebelumnya kami akan menemui Kades Desa Lawang Agung tapi tepat di tengah desa kami bertemu seorang sahabat bernama H.Nasmal dan sahabat kami ini berkenan membawa kami untuk melihat Air Terjun Napalan yang letaknya hanya beberapa meter dari jalan lintas Mulak Ulu – Semendo. Untuk dapat berada di air terjun kami harus menuruni tebing dengan kemiringan 45 derajat yang jarang dilalui, beberapa kali kami sempat terpeleset. Setelah sampai di lokasi segera aku siapkan kameraku dan ku arahkan ke air terjun. Tak berapa lama semua anggota LSC telah membuat barisan sejajar melebar tepat berada beberapa meter dari air terjun dan kuarahkan kameraku pada mereka. Kemudian satu persatu dari kami berpose di air terjun Napalan yang mempunyai lebar 5 m dan tinggi 30 m. Dan salah satu dari kami sempat bercengkrama tepat dibawah air terjun sedang lainnya bermain air atau membasuh muka dan kaki. Suatu suasana yang sangat membahagiakan. Walau di bulan suci Ramadhan dan tentu suatu perjalanan yang melelahkan tapi kami tetap berpuasa. Setelah bersuka ria dengan keindahan air terjun Napalan,  kamipun beranjak meninggalkan sejuta kenangan yang tiada tara. Kali ini kami harus merayap menaiki tebing dengan kemiringan 45 derajat. Sesampai di desa kamipun terengah-engah dan beberapa dari kami terbaring lemas dihalaman rumah penduduk dimana kami memarkir vespa.

Waktu telah menunjukkan 5.30 wib dan 40 menit lagi waktu berbukapun tiba, kami harus melanjutkan perjalanan ke Desa Lesung Batu karena Kadesnya telah menyiapkan makanan berbuka puasa untuk kami, tetapi salah satu vespa kami mengalami gangguan. Dan akhirnya kami berbuka puasa di Desa Lawang Agung. Sahabat kami, H.Nasmal telah menyiapkan makanan berbuka puasa untuk kami. Sekitar jam 7 malam kami baru tiba di rumah Rudi Hartono Kades Lesung Batu Kecamatan Mulak Ulu, kamipun langsung menyatap hidangan yang telah disajikannya

Alhamdulillah dalam perjalanan ke Lahat kami tidak mengalami gangguan apapun, sebelum memasuki Desa Tanjung Tebat tepatnya di restoran disimpang Kota Agung kami sempatkan untuk minum kopi dan santai sesaat sambil menikmati beberapa alunan music reggae bahkan beberapa dari kami berjoget ria. Suatu touring wisata yang sangat mengesankan. Semoga Touring Wisata seperti ini bukan saja sekedar hiburan tapi mengenal lebih dekat Kabupaten Lahat yang kita sayangi, kalo kita sebagai masyarakat Lahat tidak tahu daerah sendiri bagaimana orang lain hendak kenal daerah kita. Harapan kami kegiatan seperti dapat didukung semua pihak. Create : By Mario

Putriku Ditengah Sawah

Mentari masih bersembunyi di balik awan seolah malu menampakkan dirinya. Gunung Dempo nan gagah perkasa juga bersembunyi seolah tak mau menyapa hadirku. Oh,,, pagi nan gelap. Kemana mentariku pergi? Di suasana pagi yg dingin dan gelap tertutup awan, aku langkahkan kakiku menuju komplek batu megalith yg konon merupakan kampung megalith. Sejak puluhan tahun yg lalu beberapa peneliti asing dari berbagai negara telah datang kesini untuk melakukan riset dan sampai saat inipun beberapa peneliti masih kerap datang untuk menyempur nakan hasil penelitian sebelumnya.

Aku tidak mengerti  tentang megalith tapi kecintaan dan kepedulian membawa aku sering keluar masuk melihat megalith yang ada di dataran tinggi Pasemah apalagi pada suatu kesempatan aku sempat melihat batu megalith yang ada di Easter Island, Chile (Amerika). Disana megalithnya telah tertata dengan sangat baik sehingga sangat menarik sebagai obyek wisata. Tidak mengherankan bila pulau ini kebanjiran turis dari berbagai negara. Akupun sempat berpikir kalau saja megalith di tanah Pasemah dapat ditata dengan baik maka akan jauh lebih baik daripada megalith dimanapun di dunia.

Embun pagi masih membasahi pepohonan kopi yang berbuah hijau dan menetes jatuh ke bumi, air jernih terlihat segar di sepanjang parit sawah yang aku lewati dan aku terus menyusuri parit menuju batu-batu megalith yang terletak tepat di persawahan penduduk. Aku sempat terhenyak ketika melihat seonggok batu tepat di tengah sawah. Mengapa kondisinya seperti ini???  Sangat jauh berbeda dengan batu megalith yang berada di Easter Island, tertata dengan baik di dalam pagar besi yang kokoh dan jauh dari jangkauan tangan jahil pengunjung serta dijaga dengan sangat ketat oleh ranger atau securitynya. Pengunjung hanya boleh melihat dari luar pagar setinggi dada dan bebas memotret. Hal ini dirasa sangat nyaman oleh pengunjung. Selain itu masyarakat setempat berdandan pakaian tradisional menyapa dan mengajak pengunjung photo bersama, semua menambah suasana di lingkungan megalith sangat menyenangkan.

Setelah beberapa saat aku tertegun dan kulangkahkan kakiku memasuki sawah berdaun padi yang masih hijau. Tak kuhiraukan beceknya tanah sawah, tak kupedulikan kaki dan celanaku kotor, aku terus mendekat guna melihat lebih jelas batu megalith ini. Untuk beberapa saat aku mengamati batu megalith dari semua sudut dan ternyata batu megalith ditengah sawah  ini menggambarkan seorang manusia. Kameraku telah memotret semua sudut batu ini dan akan bercerita betapa menyedihkannya kondisi batu megalith di tengah sawah yang hanya di lindungi oleh tembok semen berukuran kurang dari satu meter dan tinggi sama rata dengan tanah sawah. Dari keterangan yang aku dapat, batu megalith ini bernama Batu Putri.
Tak jauh dari Batu Putri terdapat satu lumpang batu berlubang dua yang bernasib sama dengan Batu Putri. Lumpang batu dengan posisi miring menghadap Batu Putri atau membelakangi Gunung Dempo. Letak lumpang batu berlubang dua di tengah sawah,  berjarak sekitar 3 meter dari Batu Putri dan tanpa pengamanan sama sekali.

Kulangkahkan kakiku keluar dari beceknya tanah sawah berwarna hitam yang subur di kaki Gunung Dempo. Aku menyusuri pematang sawah menuju sebuah arca manusia. Di sebidang tanah berukuran 4 meter persegi terdapat satu dolmen dan satu arca. Arca setinggi hampir 160 cm menggambarkan seorang satria berparas bundar, bibir tebal, hidung pesek, mata besar, memakai anting-anting dengan sebuah pedang di punggungnya dan memakai ikat pingang sedang berada di atas seekor gajah. Seekor gajah dalam posisi terlentang dengan belalai melilit tangan sang satria yang berada diatasnya. Masyarakat sekitar menyebut batu megalith ini dengan nama Baturang, mungkin singkatan dari batu orang atau arca orang. Kondisi Baturang cukup baik walau tanpa pengamanan sama sekali, tidak terdapat vandalis dan kerusakan lainnya. Mungkin yang menyebabkan Baturang terlihat baik karena jarangnya pengunjung dan adanya kearifan lokal yang tetap menjaga keutuhan Baturang. Baturang yang terlihat gagah dan kokoh tepat menghadap ke arah Gunung Dempo seolah berkata ” hai Gunung Dempo aku seorang satria yang gagah perkasa berhasil menaklukkan  seekor gajah dan akan aku persembahkan padamu”.

Dua puluh meter dari Baturang terdapat sebuah lumpang batu yang lebih besar dari lumpang batu di tengah sawah dekat Batu Putri. Lumpang Batu dengan tinggi sepinggang orang dewasa berada di tengah kebun ubi rambat dengan daun berwarna hijau, terlihat kontras dengan warna batu lumpang berwarna hitam kecoklatan. Batu lumpang ini mempunyai lubang 4 dengan kedalaman dan diameter lubang yang sama serta mempunyai 2 garis horizontal tepat di tengah. Disini telah terlihat dimana pada masa itu masyarakat Pasemah telah mengenal alat ukur. Batu lumpang berdiri miring dengan lubang berada di sisi samping, hal ini terjadi kemungkinan karena perubahan alam. Batu lumpang masih terlihat utuh tanpa adanya vandalis dan kerusakan lainnya.

Suatu penggambaran kehidupan masa lalu dimana adanya kehidupan manusia, fauna dan alam yang saling bertautan dan  telah berkembang di dataran tinggi Pasemah tepatnya yang berada di desa Gunung Megang kecamatan Jarai kabupaten Lahat. Terlihat budaya yang maha agung telah ada disini. Pemahat masa lalu dengan tangan-tangan terampil mereka telah menghasilkan karya yang sangat mengagumkan. Batu-batu andesit yang sangat kerasnya mereka pahat dan berdiri dengan kokohnya sampai saat ini.

Di desa yang terletak tepat di kaki Gunung Dempo ini juga terdapat sebuah kubur batu atau bilik batu. Lempengan batu-batu andesit mereka susun dengan sangat rapinya membentuk dinding, atap dan lantai dengan sebuah pintu yang akan membuat mereka nyaman berada di dalamnya. Dengan teknologi yang sangat terbatas tetapi mereka mampu membangun sebuah karya yang maha agung dan monumental. Bukan itu saja nenek moyang kita masa itupun telah mengenal seni rupa berupa lukisan-lukisan yang tergambar dalam bilik batu dengan warna-warni yang mereka dapat di alam sekitar mereka.

Desa yang masih alami, bebas dari segala polusi, jauh dari hiruk pikuk dan kemacetan kota. Sangat nyaman untuk melepas lelah dan kepenatan dari segala aktivitas harian. Selain alamnya yang indah dengan pemandangan gunung dempo yang berdiri kokoh, udara yang sejuk dengan suhu sekitar 20 derajat di siang hari, perkebunan kopi yang tertata rapi yang merupakan penghasilan andalan masyarakat desa dan persawahan yang menambah indahnya suasana desa. Suatu perpaduan yang sangat serasi ditambah dengan masyarakatnya yang ramah dan sopan. Create : By Mario

Air Mengalir Tak Pernah Putus

Selama ini masyarakat Kota Lahat pergi ke tepi sungai Lematang tepatnya yang berada di depan Perpustakaan Daerah atau pergi ke seberangnya yang dahulu sering dijadikan tempat berkemah bila musim liburan sekolah tiba. Selain itu satu lagi tempat rekreasi di Kota Lahat yang sering dikunjungi yaitu Taman Ribang Kemambang yang dahulu  merupakan Bumi Perkemahan Pramuka, di tempat ini pernah di jadikan lokasi Jambore Daerah Pramuka se Sumatera Selatan tahun 1990. Ketika aku bercerita tentang adanya air terjun di Kota Lahat, kawan-kawanku setengah heran.

 “Dimana air terjun di Kota Lahat” demikian kata mereka. Bukan saja kawan-kawanku yang heran dan tidak tahu keberadaan air terjun di Kota Lahat, cukup banyak masyarakat Kota Lahat yang tidak pernah mengetahuinya walaupun mereka lahir, dibesarkan dan menetap di Kota Lahat.

Akhir Maret sesuai dengan yang telah kami sepakati bersama beberapa kawan untuk berkunjung ke air terjun di Kota Lahat dan tepat di hari Minggu kami meluncur dengan sepeda motor kami masing-masing menuju air terjun. Dari Lapangan MTQ Lahat menuju ke arah relay TVRI yang letaknya lebih tinggi, kami menyusuri jalan aspal yang berkelok dan menanjak. Dalam waktu kurang dari 10 menit kami sudah berada di relay TVRI dan dari sini kita dapat melihat Kota Lahat secara keseluruhan begitu juga kita dapat melihat Bukit Serelo dengan panorama yang sangat indah bah seorang putri yang sedang tidur terlentang dan pebukitan Bukit Barisan yang hijau dan panjang bah ular raksasa.

Ke arah barat dari relay TVRI terdapat kebun jagung dengan pohonnya yang baru tumbuh lalu ke sebelah barat lagi sebuah komplek perumahan penduduk dan di ujung perumahan ini ada jalan bernama Jalan Cughup Ganya. Kami masuk ke jalan ganya yang telah beraspal mulus dan berhenti di kebun karet di ujung jalan. Tidak ada jalan lagi selain beberapa rumah penduduk yang baru di bangun dan hamparan kebun karet yang sudah mulai di panen.

Aku menghampiri seorang warga sebagai penunjuk jalan ke arah air terjun. Setelah aku bertanya dimana letak air terjun, aku tertawa heran. Air terjun hanya berjarak 10 m dari tempat kami berdiri. Suara gemuruh air tidak terdengar karena air terjun ini hanya setinggi 8 m dan sumber air di atasnya kecil. Diatas air terjun hanyalah sebuah parit kecil berukuran lebar 1,5 m yang mengalir di antara rumah penduduk dan kebun karet yang bersumber di sebuah tebat kecil bernama Tebat Serame.

Kami menuruni tebing menuju ke air terjun dan pesona pertama disini adalah indahnya pelangi dengan gemericik air. Dan dari tektur bebatuan yang terdapat di aliran air menandakan bahwa sebelumnya aliran air disini cukup besar akan tetapi dengan adanya pembukaan lahan perkebunan dan perumahan di hulunya maka berakibat seperti yang terjadi saat ini.
Berjalan ke arah timur dan berbelok sedikit ke arah utara maka akan terlihat air yang terjun dari bukit di atas kami akan tetapi hanya sebagian kecil saja air terlihat dan lainnya tertutup semak belukar. Untuk dapat melihat secara keseluruhan maka kami harus turun ke sungai dan berjalan menyusuri sungai ke arah air terjun. Setelah berjalan sekitar 50 m kami dapat melihat keindahan air terjun bertingkat dua dengan ketinggian sekitar 10 m.

Seperti pada air terjun yang pertama kami lihat, air terjun inipun mempunyai debit air yang kecil dan berwarna kecolkatan. Hal ini disebabkan diatas air terjun ini telah di buka sebagai kebun maka tak mengherankan bila debit airnya kecil dan berwarna kecoklatan yang berasal dari warna tanah diatasnya. Kedua air terjun yang terletak di desa Kota Baru Kecamatan Kota Lahat dan berjarak sekitar 100 m di belakang relay TVRI airnya tak pernah kering sepanjang waktu walaupun di musim kemarau. Maka dari itu air terjun ini disebut dengan nama Air Terjun atau Cughup Ganya. Ganya berarti mengalir terus dan tak pernah berhenti.

Semoga semangat masyarakat Kota Lahat untuk membangun kotanya seperti air terjun ganya walaupun kecil tetapi terus mengalir tak pernah berhenti. Create : By Mario

Air Terjunku Di Kebun Durian

Suatu hari jam di tanganku telah menunjukkan pukul 3 sore dan baru saja seorang kawan baruku bernama Iwan menelponku, menanyakan apakah aku jadi pergi untuk melihat air terjun. Segera aku bergegas untuk segera tiba di rumah Iwan dan selanjutnya menuju air terjun.

Dua puluh menit kemudian aku telah tiba di rumah Iwan dan kuparkir mobilku di depan rumahnya yang tepat berada di pinggir jalan lintas Lahat – Pagaralam. Dengan berbekal kamera dengan segala perlengkapannya segera kulangkahkan kakiku menuju air terjun.

Setelah berjalan sekitar 10 menit kami sempat berhenti sejenak karena aku melihat suatu pemandangan yang indah dan menarik. Dari sini terlihat dengan jelas Bukit Serelo  yang terletak di Merapi Selatan dengan indahnya. Pemandangan alam sangat menakjubkan, pepohonan kopi nan hijau, langit nan biru dengan sedikit awan yang menambah keindahan, kicau burung terdengar dengan merdunya, udara yang bersih dan  segar meneduhkan hati dan pikiran
 
Jalan kebun yang sempit ini hanya dilalui masyarakat desa ketika mereka hendak pergi ke kebun kopi dan karet. Jalan ini akan sedikit ramai bila musim durian dan cempedak tiba, masyarakat pergi ke kebun durian atau mereka sebut hepang durian. Ketika musim durian tiba hepang durian akan dibersihkan dan mereka menunggu durian yang jatuh dari pondok kecil yang mereka buat sekedar terhindar dari hujan. Ketika malam tiba mereka nyalakan api dari kayu dan ranting yang ada di sekitar. Di pagi hari mereka bawa durian yang telah terkumpul  dengan kinjar dan mereka jual di pinggir jalan desa yang tepat berada di jalan lintas Lahat – Pagaralam.

Tak terasa kami telah menempuh perjalanan 20 menit  dan air terjun yang kami tuju telah berada di depan mata. Apa nama air terjun ini ? demikian perntanyaanku setelah melihat air terjun dengan air nan jernih ini. Iwan langsung menyambar pertanyaanku dengan pernyataan “Mario saja yang kasih nama  air terjun ini” Lalu aku bertanya lagi ini sungai apa? Dan di jawab oleh Fendi “ ini sungai Ketapang” Jadi air terjun ini apa namanya? Aku coba bertanya lagi. Dan Fendi menjelaskan “ ini air terjun Ketapang” Jadi air terjun yang terletak di sungai Ketapang desa Lubuk Sepang kecamatan Pulau Pinang kabupaten Lahat ini bernama Air Terjun Ketapang. Aku baru pertama kali ini menjejakkan kaki di air terjun ini walau letaknya tidak jauh dari Kota Lahat atau berjarak sekitar 16 km saja. Memang keberadaan air terjun ini tidak diketahui banyak orang dan aku baru mengetahuinya ketika secara kebetulan aku bersama Iwan dalam suatu perjalanan di travel. Dari pertemuan ini dan kami lanjutkan dengan perjalanan bersama ke air tejun Ketapang.

Air Terjun Ketapang menambah daftar jumlah air terjun yang ada di kabupaten Lahat. Dengan jarak yang relatif dekat dengan desa Lubuk Sepang atau berjarak 20 menit perjalanan kaki karena belum dapat di tempuh dengan kendaraan apapun  dan juga sangat dekat dengan Kota Lahat atau berjarak 16 km maka tidak menutup kemungkinan air terjun ini kelak akan menjadi daya tarik wisata masyarakat Lahat apalagi kalau dibenahi secara serius menjadi sebuah obyek wisata.

Di desa Lubuk Sepang selain air terjun yang baru saja di publikasikan ada juga beberapa daya tarik wisata lainnya yang bila dikemas  dengan baik akan menjadi obyek wisata, yaitu rumah adat atau rumah baghi, Makan Puyang Remejang Sakti dan makam-makan lainnya, Balai Buntar serta Bunga Bangkai.

Rumah adat atau rumah baghi di desa Lubuk Sepang terdapat tiga buah, dimana di rumah adat ini terdapat ukiran-ukiran yang sangat indah yang tidak kita jumpai lagi dalam pembuatan rumah dijaman sekarang. Rumah-rumah adat ini diyakini telah berusia sekitar 100 tahun yang terbuat dari kayu-kayu pilihan. Ukiran-ukiran yang indah menunjukkan suatu seni budaya yang tinggi yang telah masyarakat miliki kala itu. Makan Puyang Remejang Sakti merupakan makam leluhur msyarakat desa Lubuk Sepang. Balai Buntar merupakan 9 batu yang tersusun melingkar sejumlah Sembilan buah, konon tempat ini adalah tempat dimana para tetua masyarakat bertemu dan bermusyawarah dalam menentukan suatu kebijaksanaan atau keputusan.

Sedang keberadaan bunga bangkai disini tidak sama sekali menjadi perhatian masyarakat. Bunga bangkai atau bunga kibut atau masyarakat Lubuk Sepang menye but bunga krubut. Dan jenis bunga bangkai yang ada disini dengan ketinggian sekitar 50 cm dengan warna pink dengan corak bintik putih yang sangat indah bila mekar.

Bunga bangkai jenis ini bernama Amorphophallus Muelleri, sedang jumlah bunga bangkai cukup banyak akan tetapi tidak mekar di banyak tempat dan sangat jarang mekar maka dari itu bunga ini termasuk bunga langka. Kalau saja tempat tumbuh kembangnya bunga ini di tata dengan baik dapat juga menjadi daya tarik wisata yang akan menyedot wisatawan minimal yang berasal dari kabupaten Lahat.

Semoga denga telah terbukanya Air Terjun Ketapang akan mendongkrak wisatawan untuk datang melihat air terjun dan potensi wisata lainnya yang berada di desa Lubuk Sepang dan tidak menutup kemungkinan akan menjadi satu paket wisata dengan obyek wisata lainnya yang ada di kecamatan Pulau Pinang seperti Jagungan, Batu Aji dan 7 air terjun di desa Karang Dalam, Komplek Megalith Batu Putri,  Air Terjun Panjang dan Air Terjun Salak di desa Tanjung Sirih serta Komplek Megalith Tinggi Hari I di desa Pulau Pinang. By Mario Andramartik

Jumat, 07 September 2012

Kota Kuno Yang Terlupakan

“Aku menggali batu megalith ini karena mimpi dari Rorena anakku” demikian penuturan Ahlan sang juru pelihara situs yang terletak di Desa Pulau Panggung Kecamatan Pajar Bulan Kabupaten Lahat. Pagi yang cerah, kami rombongan vespa atau Lahat Scooter Club (LSC) baru-baru ini melakukan touring wisata ke beberapa batu megalith yang ada disini. Rombongan kecil ini terdiri dari Deny, Cipto, Henreiner, Fitra, Siswanto dan penulis sendiri. Setahun terakhir ini LSC Lahat telah berusaha mengajak anggota dan keluarganya untuk mengunjungi beberapa tempat yang punya daya tarik wisata seperti air terjun dan batu megalith yang banyak tersebar di Kab.Lahat.

Udara yang sejuk dan segar sangat terasa ketika kami memasuki Desa Aceh kemudian Desa Pajar Tinggi sampai ke Desa Pulau Panggung. Suasana kota Lahat yang mulai hiruk pikuk dan berdebu oleh truk-truk batubara khususnya sempat terlepas dari benak kami sesaat kami memasuki Kec.Pajar Bulan yang merupakan kecamatan pemekaran dari Kecamatan Jarai.

Jarak Desa Pulau Panggung hanya sekitar 8 km dari Kota Pagar Alam atau 73 km dari Kota Lahat yang dapat ditempuh selama 1,5 jam perjalanan. Jalanan yang beraspal mulus dan sedikit berliku membuat perjalanan touring wisata ini sangat mengesankan. Kebun kopi penduduk yang hampir dipanen telah kelihatan memerah. Panorama alam pegunungan sangat mempesona. Mayoritas penduduk disini bertanam kopi dan merupakan produk andalan kawasan di kaki Gunung Dempo yang berhawa sejuk.

Sebelum menuju Desa Pulau Panggung kami mengunjungi sebuah batu berelief yang menggambarkan seseorang sedang memegang tanduk rusa yang terletak dihalaman depan rumah warga di Desa Pajar Bulan Kec.Pajar Bulan. Seorang pemuda yang kami hubungi mengatakan penduduk sekitar tidak mengetahui bahwa di batu tersebut terdapat relief disebabkan selama ini tertutup pepohonan. Kemudian kami singgah di sebuah lumpang batu berlubang 4 (empat) terletak di halaman rumah  yang cukup jelas terlihat bila kita melalui jalan raya dari Desa Pajar Bulan ke arah Desa Pulau Panggung. Sebelum perjalanan kami lanjutkan ke Desa Pulau Panggung, Kades Pajar Bulan telah siap menjamu kami dengan makan siang dan tak lupa kopi khas desa ini. Kami mendapat sambutan yang sangat hangat dari pak Kades dan keluarga juga masyarakat yang kami temui. Hal ini suatu pengalaman yang tiada tara dan tak dapat kami lupakan.

Setelah kami rasa cukup dan kami mohon diri untuk melanjutkan perjalanan ke Desa Pulau Panggung. Walau di siang hari dan matahari bersinar terik tapi panasnya tak membuat kami lelah, vespa kami pacu untuk cepat dapat melihat batu megalith yang belum lama ini ditemukan di desa ini. Setelah memasuki Desa Pulau Panggung, tidaklah susah untuk menemukan kediaman Ahlan sang juru pelihara batu megalith Desa Pulau Panggung. Di pertigaan jalan disebelah kiri tertulis petunjuk  menuju batu megalith yang juga kearah rumah Ahlan.

Setelah diterima Ahlan dan kamipun langsung berjalan menuju kebun Ahlan yang juga merupakan komplek batu megalith berada. Jalan tanah selebar 2 m dengan perkebunan kopi dikanan kiri sangat menyenangkan. Sepanjang perjalanan Ahlan banyak bercerita tentang megalith yang ada di kebunnya. Kunjungan pertama kami melihat sebuah batu terletak didalam tanah berukuran 1 m, batu ini ditemukan karena mimpi dari Rorena anak sang jupel, terdapat pahatan seorang dimakan seekor ular pada bagian tangan sampai bahu, sedang seorang lagi dililit dan digigit seekor ular. Pada bagian atas batu ini terdapat genangan air. Nampaknya batu ini sebuah lumpang. Lumpang batu berukir merupakan hal yang langka, unik dan tentu mempunyai nilai budaya sangat tinggi. Lumpang batu  yang ditemukan sekitar Bulan April  2010 ini hanya berpagar bambu yang cukup melindungi lumpang batu didalamnya.

Dengan menyusuri pepohonan kopi di kanan kiri yang mulai memerah sampailah kami pada sebuah batu yang menggambarkan seseorang sedang mengapit anak pada tangan kanannya sambil menunggang seekor gajah. Pada bagian depan batu ini sangat jelas digambarkan seekor gajah dengan mata, belalai dan kedua gadingnya. Batu ini disebut Baturang mungkin singkatan dari batu orang. Batu megalith yang konon

berusia 4.000 tahun merupakan tinggalan jaman prasejarah jauh sebelum adanya kerajaan Sriwijaya dan Majapahit. Walau batu megalith sangat tinggi nilai budayanya tapi hanya berpagar bambu yang dibuat sendiri oleh Ahlan sang juru pelihara. Sudah selayaknya benda purbakala bernilai budaya tinggi ini mendapatkan pemeliharaan yang lebih baik lagi. Selain pagar bambu yang seadanya, jalanan menuju megalith Baturang hanyalah jalan yang biasa digunakan untuk menuju kebun kopi warga. Begitupun dengan tanda atau petunjuk yang menerangkan bahwa megalith ini merupakan benda cagar budaya yang dilindungi undang-undang, seperti tertera pada Undang-Undang No.5 Tahun 1992.

Bukan hanya 2 batu megalith itu saja yang ada di kebun Ahlan tapi masih ada 1 lumpang batu berlubang satu dan 8 lesung batu yang bentuk hiasan luarnya beragam dan letaknya tersebar. Ada lesung batu berkepala kodok, berkepala kambing,berhias seekor ular dan orang. Dan semua lesung batu tersebut mempunyai lubang dengan ukuran lebar dan dalam yang sama, sepertinya mereka yang membuat telah mengenal alat ukur. Suatu temuan yang langka dan unik. Di Desa Pulau Panggung ini kami telah mengunjungi 2 lumpang batu, arca dan 12 lesung batu, sebenarnya masih ada beberapa batu megalith lainnya seperti arca manusia, lesung batu, batu tegak dan tetralith.
Sepengetahuan penulis, Kec.Pajar Bulan merupakan pusat temuan batu megalith terbesar yang ada di Kab.Lahat dan Sumatera Selatan bahkan mungkin terbesar se Indonesia. Selain Desa Pajar Bulan dan Desa Pulau Panggung batu megalith berupa bilik batu, menhir, dolmen, arca, batu tegak, tetralith juga ditemukan di Desa Talang Pagar Agung, Benua Raja, Kota Raya Darat dan Kota Raya Lembak. Bahkan Batu Gajah yang sangat terkenal, yang saat ini tersimpan di Museum Balaputradewa di Palembang berasal dari Desa Kota Raya Darat, Kec.Pajar Bulan. Maka layaklah kalau kecamatan Pajar Bulan merupakan sebuah kota megalith yang mempunyai budaya yang sangat tinggi.
Batu megalith di Dataran Tinggi Pasemah yang terdapat di Kab.Lahat telah dikunjungi untuk pertama kali pada tahun 1850 oleh L.Ullman dan yang cukup terkenal adalah Van der Hoop tahun 1932 dengan bukunya ”Megalithic Remains in South Sumatera”. Sekarang timbul sebuah pertanyaan sudah berapa banyak masyarakat Kab.Lahat  yang telah mengunjungi situs megalith yang telah tersohor sejak 160 tahun silam? Apakah kita masyarakat Kab.Lahat tahu dan menyadari bahwa di Kab.Lahat yang kita sayangi ini terdapat megalith tertua dan terbaik se Indonesia?  Semua ini menjadi tugas kita bersama untuk menjaga, memelihara, melestarikan, memanfaatkan dan mempromosikan pada dunia internasional semua yang kita miliki,sehingga bermanfaat untuk semua masyarakat Kab.Lahat. Create : By Mario

Lahat kota kaya akan sejarah..

Dimuat di majalah “Inside Sumatera” tourist & lifestyle magazine untuk pesawat Garuda Indonesia edisi Desember 2010.

“Nah itu sungai Mulak” demikian kata Hambli sambil menunjuk kearah sungai yang kelihatan dari pebukitan tempat penulis berhenti sejenak setelah hampir setengah jam menyusuri jalan kebun menuju desa Pulau Panggung. Sambil mengelah nafas dan minum segelas air mineral , Hambali berkata bahwa kita baru sampai setengah jalan , setelah ini jalan sedikit datar tapi kita nanti akan menanjak lagi baru kemudian kita akan berada di daerah yang datar yang di sebut Desa Pulau Panggung diketinggian sekitar 400 meter dari permukaan laut.
Desa Pulau Panggung merupakan sebuah perkampungan di jaman prasejarah, yang terletak diatas pebukitan desa Tanjung Sirih Kecamatan Pulau Pinang Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan. Konon Desa Tanjung Sirih dan sekitarnya merupakan lautan air dan Desa Pulau Panggung merupakan sebuah pulau dan tak jauh dari desa ini terdapat sebuah batu tempat dimana ditambatkannya perahu (saat ini berada di Desa Karang Dalam).
Di Desa Pulau Panggung  terdapat 4 batu megalith dan 1 lumpang batu yang telah berusia 4.000 tahun, batu pertama terletak dipojok perkebunan karet milik  Yamal, disini  terngonggoklah sebuah batu besar menyerupai seseorang  sedang memangku seorang anak dan menunggang seekor kerbau. Sosok ini berbadan tambun, hidung pesek dan mengenakan kalung, sedang seorang anak yang dipangkunya memakai pelindung kepala. Batu megalith ini  di sebut Batu Putri Besak.

Sepuluh menit perjalanan dari Batu Putri Besak sampailah kami di Batu Satria. Disebut Batu Satria karena batu ini menggambarkan  seorang kesatria yang mengenakan sejenis helm dan memakai kalung .Tapi sayang batu ini telah roboh dan bagian muka menghadap/mencium tanah serta bagian paha ke bawah telah tertimbun tanah. Letak batu ini di perkebunan karet dan kopi milik  Sarti.
Dari Batu Satria ini Hambli yang merupakan juru pelihara disini membawa penulis dan  Kades Tanjung Sirih Markoni  melalui perkebunan kopi dan karet penduduk ke komplek Batu Putri. Disini terdapat sebuah batu berbentuk kursi dan sebuah batu menggambarkan seorang mengendong seseorang dipunggungnya. Batu ini dalam posisi tergeletak di tanah, dikelilingi pohon-pohon karet maka sangat rindang dan sedikit cahaya yang menyentuh batu-batu ini, sehingga sangat cepat ditumbuhi lumut tapi  Hambli selalu membersihkan semua batu megalith yang ada di situs ini.
Dengan sangat sabar dan ramah  Hambli sambil bercerita membawa penulis dan  Kades Markoni ke Batu Macan yang dikelilingi kebun kopi milik Rasmin. Batu Macan ini dalam posisi tergeletak  dan pada bagian ekornya tertimbun tanah. Batu Macan menggambarkan  seekor macan yang sedang menerkam seorang anak kecil.
Keempat batu megalith yang terdapat di situs Pulau Panggung atau Tanjung sirih ini semua menghadap kearah matahari terbit atau menghadap arah Timur. Makna apa yang terkandung disini mungkin ada hubungannya dengan suatu kepercayaan.
Dan batu megalith yang kelima atau terakhir berada di situs megalith Pulau Panggung atau Tanjung Sirih adalah sebuah lumpang batu berlubang 4 (empat). Letaknya di hutan milik  Mardi, berdekatan dengan kebun  Hambali sang jupel. 
Selain batu megalith Pulau Panggung juga tersebar batu megalith lainnya di Kabupaten Lahat , seperti : komplek megalith Batu Dakon yang terletak ditepi jalan menuju desa Geramat di persawahan penduduk, disini ada 2 batu megalith, batu pertama menggambarkan figure yang mengendong anak di punggungnya sambil membawa gendang sedang batu kedua menggambarkan seekor kerbau tanpa kepala.
Menurut keterangan Sain Batu Dakon Geramat Desa Geramat Kecamatan Mulak Ulu ini mengisahkan seseorang yang sedang menggembala kerbau, dan ini ada hubungannya dengan legenda rakyat Si Pahit Lidah. Pada waktu itu lanjut  Sain, diatas bukit Resam Si Pahit Lidah atau Serunting Sakti memanggil tapi tak ada jawaban dan akhirnya dia berucap “ai…lah jadi batu apa”maka jadilah batu.
Perjalanan berikutnya ke Desa Lesung Batu Kecamatan Mulak Ulu. Di desa ini terdapat sebuah lesung berlubang tiga yang terletak diperkebunan kopi di atas sungai Mulak. Dari sini kita bisa melihat betapa indahnya pemandangan alam Mulak dan  masih terdengar suara siamang yang saling bersautan.
Dan selanjutnya kami menuju Desa Pagar Alam di kecamatan Pagar Gunung. Di desa ini terdapat batu megalith yang disebut BATU MACAN. Batu megalith ini menggambarkan seorang anak di terkam macan  juga sebagai simbol penjaga terhadap perzinahan dan pertumpahan darah dari 4 daerah yakni: Pagar Gunung, Gumay Ulu, Gumay Lembak dan Gumay Talang.
Kunjungan berikutnya  melihat sebuah batu terletak didalam tanah berukuran 1 m, terdapat pahatan seorang digigit seekor ular pada bagian tangan sampai bahu, sedang seorang lagi dililit dan digigit seekor ular lainnya. Pada bagian atas batu ini terdapat genangan air. Nampaknya batu ini sebuah lumpang. Lumpang batu berukir merupakan hal yang langka, unik dan tentu mempunyai nilai budaya sangat tinggi. Lumpang batu  yang ditemukan sekitar Bulan April  2010 ini hanya berpagar bambu yang cukup melindungi lumpang batu didalamnya.
Dengan menyusuri pepohonan kopi di kanan kiri yang mulai memerah sampailah pada sebuah batu yang menggambarkan seseorang sedang mengapit anak pada tangan kanannya sambil menunggang seekor gajah. Pada bagian depan batu ini sangat jelas digambarkan seekor gajah dengan mata, belalai dan kedua gadingnya. Batu ini disebut Baturang mungkin singkatan dari batu orang. Batu megalith yang konon berusia 4.000 tahun merupakan tinggalan jaman prasejarah jauh sebelum adanya kerajaan Sriwijaya dan Majapahit.
Bukan hanya 2 batu megalith itu saja yang ada di kebun Ahlan tapi masih ada 1 lumpang batu berlubang satu dan 8 lesung batu yang bentuk hiasan luarnya beragam dan letaknya tersebar. Ada lesung batu berkepala kodok, berkepala kambing, berhias seekor ular dan orang. Dan semua lesung batu tersebut mempunyai lubang dengan ukuran lebar dan dalam yang sama, sepertinya mereka yang membuat telah mengenal alat ukur. Suatu temuan yang langka dan unik. Di Desa Pulau Panggung Kecamatan Pajar Bulan ini kami telah mengunjungi 2 lumpang batu, 1 arca dan 12 lesung batu, sebenarnya masih ada beberapa batu megalith lainnya seperti arca manusia, lesung batu, batu tegak dan tetralith.
Sepengetahuan penulis, Kecamatan Pajar Bulan merupakan pusat temuan batu megalith terbesar yang ada di Kabupaten Lahat dan Sumatera Selatan bahkan terbesar se Indonesia. Selain Desa Pajar Bulan dan Desa Pulau Panggung batu megalith berupa bilik batu, menhir, dolmen, arca, batu tegak, tetralith juga ditemukan di Desa Talang Pagar Agung, Benua Raja, Kota Raya Darat dan Kota Raya Lembak. Bahkan Batu Gajah yang sangat terkenal, yang saat ini tersimpan di Museum Balaputradewa di Palembang berasal dari Desa Kota Raya Darat, Kec.Pajar Bulan.
Juga kecamatan Jarai yang merupakan tetangga kecamatan Pajar Bulan menyimpan banyak tinggalan prasejarah seperti Baturang yang menggambarkan seorang panglima dengan pedang dipunggungnya sedang menindih seekor gajah yang terlentang, Batu Putri yang berjarak 30 meter dari Baturang, Rumah Batu, Lumpang Batu, Lesung Batu dan Menhir.
Karena kayanya tinggalan batu megalith di Kabupaten Lahat tidak mengherankan jika setiap kecamatan terdapat batu megalith antara lain Kecamatan Merapi Barat, Pulau Pinang, Gumay Ulu, Mulak Ulu, Tanjung Tebat, Tanjung Sakti Pumi, Kota Agung, Jarai, Pajar Bulan dan Muara Payang.
Batu megalith tersebut telah dikunjungi untuk pertama kali pada tahun 1850 oleh L.Ullman dan yang cukup terkenal adalah Van der Hoop tahun 1932 dengan bukunya ”Megalithic Remains in South Sumatera”. Dan telah pula ditulis oleh Lonely Planet yang diterbitkan di Australia.
Selain tinggalan batu megalith berusia 4.000 tahun Kabupaten Lahat juga terkenal akan keindahan panorama alamnya. Alam pebukitan dengan gugusan Bukit Barisan nan hijau dengan Bukit Serelo nan unik tiada duanya seperti jempol raksasa, danau-danau dan sungai Lematang dengan anak-anak sungainya yang menjadi sumber kehidupan sejak ribuan tahun silam, struktur alam pebukitan sehingga terdapat banyak gua, sumber air panas dan puluhan air terjun yang tersebar di penjuru Kabupaten Lahat. Salah satunya Desa Karang Dalam Kecamatan Pulau Pinang terdapat 7 air terjun yang berada di satu sungai dengan tinggi dan keindahan yang berbeda. Sungguh suatu pesona alam yang tiada tara membuat setiap orang terkesima.
Kabupaten Lahat dengan jumlah penduduk 530.977 dan terletak 215 km dari Palembang, ibukota Sumatera Selatan telah berdiri sejak 20 Mei 1869. Dan 20 Mei dijadikan sebagai Hari Jadi Kabupaten Lahat. Saat ini Kabupaten Lahat terbagi menjadi 21 kecamatan dengan luas area 6.618,27 km. Sebelum Kabupaten Empat Lawang dan Kota Pagar Alam memisahkan diri wilayah Kabupaten Lahat sangat luas.
Mayoritas penduduk mempunyai mata pencarian sebagai petani kopi, karet, sawit, bersawah dan saat ini telah pula berkembang pertambangan batubara, minyak dan gas. Dan khusus pertambangan batubara Kabupaten Lahat menyimpang 46 % deposit batubara yang ada di Indonesia. Juga terdapat sebuah Bengkel Kereta Api yang di bangun pada tahun 1924 dan merupakan bengkel terbesar yang dimiliki PT Kereta Api. Pada saat musim buah tiba sekitar bulan November sampai Februari banyak terdapat buah duku, rambutan, mangga, manggis dan durian yang mereka jajakan disepanjang jalan trans Sumatera. (Create By Mario, Traveler ke 200 kota wisata dunia di 100 negara)