Bukit Serelo

Icon dari kota kecil Kabupaten Lahat yang kaya akan Sumber Daya Alam, Budaya dan Bahasa.

Megalith

Peninggalan sejarah yang banyak terdapat di Kabupaten Lahat.

Ayek Lematang

Aliran sungai yang terdapat di Kabupaten Lahat.

Air Terjun

Obyek keindahan alam yang terbanyak di Kabupaten Lahat.

Aktivitas Masyarakat Pedesaan

Kota Lahat yang subur kaya akan hasil perkebunan.

Jumat, 14 Juli 2023

DESA INI PUSAT MEGALITIK PASEMAH (Jelajah Negeri Mengenal Budaya)

     Mario, Herlianto dan Yandi di Situs Megalitik Pajar Bulan


Kekayaan alam dan budaya Pasemah tidak diragukan lagi bahkan sebelum Pemerintah Hindia Belanda berhasil menguasai dan menduduki Pasemah pada tahun 1866,  Ullman pada tahun 1849 telah menjelajah situs megalitik yang saat ini dikenal sebagai Situs Megalitik Tinggihari seperti yang dilaporkan dalam artikelnya Hindoe belden in de bovenladen van Palembang. Pada tahun 1872 oleh E.P.Tombrink dalam tulisannya Hindoe Monumenten in de bovenladen van Palembang, kemudian Van der Hoop dalam bukunya Megalithic Remains in South Sumatera tahun 1932, selanjutnya tahun 1934 ada H.W.Vonk dengan tulisannya berjudul Batoe Tatahan bij Air Poear. Kemudian masih ada lagi C.W.Schuler, Frederic Martin Schnitger dengan bukunya berjudul The Forgotten Kingdoms in Sumatra, Von Heine Geldern, dan Van Heekeren.

Mereka melakukan penelitian karena peninggalan megalitik di Kabupaten Lahat merupakan warisan budaya dan peradaban manusia yang sangat penting. Kabupaten Lahat telah menjadi pusat peradaban budaya megalitik terbesar di Indonesia yang dibuktikan dengan adanya temuan peninggalan masa prasejarah berupa megalitik. Sangat wajar istilah “Negeri Seribu Megalitik” melekat pada Kabupaten Lahat. Pada tahun 2012 dikukuhkan oleh MURI (Museum Rekor Indonesia), Kabupaten Lahat sebagai Pemilik Situs Megalitik Terbanyak se Indonesia. Dan megalitik Kabupaten Lahat juga merupakan “Megalitik Terbaik di Indonesia” seperti ditulis oleh Lonely Planet dalam bukunya berjudul Indonesia, menyebutkan The Pasemah carving are considered to be the best example of prehistoric stone sculpture in Indonesia. The best examples of this type are  at  a site called Tinggi Hari, 20 km from Lahat, west of the small river town of Pulau Pinang” (Pahatan Pasemah dianggap sebagai contoh terbaik dari arca batu prasejarah di Indonesia. Contoh terbaik dari jenis ini adalah di situs yang disebut Tinggi Hari, 20 km dari Lahat, di sebelah Barat sungai kota kecil Pulau Pinang). Dari kedua pernyataan tersebut dan dibuktikan dengan keberadaan situs megalitik di Kabupaten Lahat makin mengukuhkan Kabupaten Lahat sebagai Negeri Seribu Megalitik.

 

Tetralith di tengah kebun pepaya Desa Pajar Bulan
















Kehidupan masa prasejarah telah berkembang di Kabupaten Lahat ribuan tahun lalu dengan peninggalan yang masih terlihat hingga kini. Peninggalan prasejarah merupakan periode kehidupan umat manusia yang mempunyai nilai budaya sangat tinggi. Peninggalan megalitik di Kabupaten Lahat muncul dalam bentuk yang begitu unik, dinamis, atraktif, langka dan mengandung unsur kemegahan serta bentuknya yang monumental yang tidak ditemukan di belahan dunia manapun.

Peninggalan megalitik merupakan suatu warisan nenek moyang yang tidak hanya diwariskan budaya material yang begitu menakjubkan akan tetapi tersimpan nilai-nilai yang menjadi tanda bukti otentik dari aktifitas masyarakat yang bermukim di Kabupaten Lahat yang dapat dicontoh dan diteladani seperti kreatifitas, inovasi, kerja keras, disiplin dan  kerjasama.

Megalitik Kabupaten Lahat yang sangat beragam dan merupakan ragam bentuk megalitik yang paling banyak di Indonesia juga sebaran situs megalitik yang paling banyak se Indonesia. Sebaran situs megalitik Kabupaten Lahat tersebar di 16 kecamatan dari 24 kecamatan yang ada di kabupaten Lahat, seperti di kecamatan Merapi Selatan, Merapi Barat, Lahat, Lahat Selatan, Pulau Pinang, Gumay Ulu, Pagar Gunung, Tanjung Tebat, Kota Agung, Mulak Ulu, Pajar Bulan, Jarai, Sukamerindu, Muara Payang, Tanjung Sakti Pumi dan Pseksu.

Salah satu desa di Kecamatan Pajar Bulan Kabupaten Lahat yaitu Desa Pajar Bulan merupakan Pusat Megalitik Pasemah. Desa ini berada di antara Desa Sumur dan Desa Pulau Panggung di ketinggian 695 mdpl dengan sebaran peninggalan megalitik mencapai 497 buah yang terdiri dari 11 ragam bentuk yaitu : 1) Batu Gelang 5 buah, 2) Batu Berelief 1 buah, 3) Batu Datar 152 buah , 4) Tetralith 59 buah, 5) Menhir 3 buah, 6) Dolmen 115 buah, 7) Lesung Batu 33 buah, 8) Lumpang Batu 44 buah, 9) Monolith 79 buah, 10) Umpak Bangunan 2 buah, dan 11) Trilith 4 buah.

Mario dan Yandi di Situs Megalitik Pajar Bulan



Desa Pajar Bulan terletak 69 km dari pusat Kota Lahat, untuk menuju lokasi dari Kota Lahat menuju Kota Pagar Alam kemudian menyusuri jalan Pagar Alam - Kepahiang ke arah Jarai dan setelah Hotel Darma Karya terdapat pertigaan di sebelah kanan jalan, lalu masuk ke jalan Sidik Adim yang merupakan jalan menuju wilayah kecamatan Pajar Bulan. Setelah Kantor Camat Pajar Bulan terdapat Desa Sumur dan tepat di perbatasan Desa Sumur dan Desa Pajar Bulan di sebelah kiri jalan terdapat kebun cabe, pepaya dan kopi, di belakang kebun ini terdapat tinggalan situs megalitik.

Kendaraan parkir di tepi jalan dan masuk jalan setapak sejauh 50 meter dengan kebun kopi di sebelah kanan dan kebun cabe di sebelah kiri lalu masuk ke kebun pepaya dan akan bertemu dengan 1 lumpang batu yang mempunyai lubang 5 . Lumpang batu yang mempunyai ukuran panjang 175 cm dan lebar 130 berada di ketinggian 695 mdpl. Kemudian jalan sejauh 100 meter ke arah utara dan akan bertemu dengan lumpang batu lubang 4 di antara pohon cabe dan pohon pepaya. Lumpang batu dengan tinggi nyaris sama dengan permukaan tanah sehingga kondisinya kurang baik. Dari lumpang batu ke-2 lalu berjalan ke lumpang batu ke-3 yang berjarak sekitar 8 meter. Lumpang batu ke-3 mempunyai 2 lubang dengan diameter kedua lubang nyaris sama 14 cm.

Selanjutnya berjalan ke arah utara masih di kebun pepaya  kita akan menemukan deretan batu datar, dolmen dan batu gelang, ketika kita berada di tengah di antara deretan bebatuan ini kita seperti berada di tengah jalan menuju Gunung Dempo. Yach memang lokasi situs megalitik ini berada di bagian selatan Gunung Dempo dan Sungai Dendan di bagian barat. Sekitar 20 meter ke arah barat deretan dolmen terdapat satu lumpang batu berlubang 3 di perbatasan kebun pepaya dan kebun kopi. Lumpang batu ke-4 di lokasi ini mempunyai diameter lubang 14 cm dan kedalaman lubang 18 cm selanjutnya berjarak 12 meter dari lumpang batu terdapat lesung batu yang mempunyai ukuran panjang 88 cm dan lebar 67 cm. Di Kebun pepaya dan kopi yang tepat berbatasan dengan Desa Sumur disebut masyarakat sebagai Danau Talang seperti yang disampaikan Makfus yang didampingi anaknya Yandi, akan tetapi saat ini Danau Talang telah kering. Ternyata di area ini yang dahulunya berupa persawahan saat ini telah menjadi kebun pepaya terdapat sekitar 107 buah tinggalan megalitik berupa lumpang batu, lesung batu, dolmen, batu gelang dan tetralith.

Dari lokasi Danau Talang menuju ke arah Desa Pajar Bulan tepatnya kami ke rumah Makfus yang berdampingan dengan rumah Amir Hamzah dan Sapta yang didampingi Yandi untuk melihat peninggalan megalitik di area perkampungan warga Desa Pajar Bulan. Dalam kunjungan ini Bupati Lahat Cik Ujang, SH melalui TBUPP Bidang Kebudayaan, Pariwisata dan Ekonomi Kreatif didampingi Herlianto Sapsidi melakukan pendataan situs megalitik di Desa Pajar Bulan. Dari pendataan di area perkampungan warga dan sekitarnya terutama di bagian barat perumahan warga terdapat 390 buah peninggalan megalitik sebanyak 11 ragam bentuk yang memanjang ke arah Desa Pulau Panggung. Sehingga total peninggalan megalitik di Desa Pajar Bulan Kecamatan Pajar Bulan Kabupaten Lahat sebanyak 497 buah. Hal ini merupakan temuan terbanyak di satu desa sehingga Desa Pajar Bulan menjadi Pusat Megalitik Pasemah dan kemungkinan temuan ini juga menjadi rekor temuan megalitik terbanyak di satu desa di Indonesia.

Semoga dengan banyaknya temuan tersebut akan menggugah semua pihak untuk turut serta berpartisipasi dalam upaya pelestarian peninggalan leluhur nenek moyang kita apalagi dalam beberapa waktu terakhir ini Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia melalui Menteri Sandiaga Uno mengajak untuk pengembangan situs megalitik sebagai pariwisata berkelanjutan yang mempunyai potensi besar. "Situs-situs megalitik adalah warisan budaya masa lalu yang memiliki potensi yang sangat besar dan saya sudah melihat di beberapa tempat bisa menjadi objek wisata warisan budaya," ujarnya. Pernyataan menteri Sandiaga Uno ini dapat menjadi pintu masuk pengembangan megalitik menjadi destinasi wisata di Kabupaten Lahat bahkan Sumatera Selatan.

Semoga kelak Situs Megalitik Pasemah (Lahat, Pagar Alam, Empat Lawang, Muara Enim) akan menjadi pusat kajian dan destinasi wisata megalitik unggulan di Indonesia seperti Situs Megalitik Stonehenge di Inggris dan Easter Island di Chile, Amerika. (Mario Andramartik, Juli 2023).

Senin, 03 Juli 2023

MARGA LAHAT YANG HILANG (Jelajah Negeri Mengenal Budaya)


                                   Bukit Serelo di tahun 1920an

Sistem pemerintahan di Kabupaten Lahat sudah berjalan secara terstruktur dan berjalan dengan baik sebelum terbentuknya pemerintahan yang saat ini disebut dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Lahat yang dipimpin oleh seorang Bupati dan Wakil Bupati. Kabupaten Lahat dibentuk atas dasar Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah TK II dan Kotapraja di Sumatera Selatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1821) kemudian tanggal 20 Mei ditetapkan sebagai hari jadi Kabupaten Lahat  sesuai dengan Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sumatera Selatan No.008/SK/1998 tanggal 6 Januari 1988.

Pada awalnya Kabupaten Lahat bernama Afdeeling Palembangsche Bovenladen atau Palembang Dataran Tinggi yang dibentuk Pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 20 Mei 1869 setelah Hindia Belanda menaklukan kawasan Pasemah pada tahun 1866. Pada awalnya Pemerintah Hindia Belanda menguasai Kesultanan Palembang pada tanggal 1 Juli 1821 selanjutnya melakukan eksvansi ke daerah uluan hingga kawasan Pasemah. Hindia Belanda membutuhkan waktu sekitar 48 tahun untuk menguasai Pasemah setelah berhasil menaklukkan Palembang.

Jauh sebelum adanya pemerintahan  yang dibentuk oleh Pemerintah Hindia Belanda di Palembang Dataran Tinggi yang kemudian menjadi Kabupaten Lahat, telah terbentuk sistem pemerintahan marga. Marga merupakan komunitas asli atau yang disebut masyarakat adat yang berfungsi selfgoverning community, yakni komunitas sosio-kultural yang bisa mengatur diri sendiri. Mereka memiliki lembaga sendiri, perangkat hukum, dan acuan yang jelas dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat, serta tidak memiliki ketergantungan terhadap pihak luar, karena sudah melakukan segala sesuatunya sendiri. Dalam pemerintahan marga aturan-aturan yang dipakai mengacu pada Undang-Undang Simbur Cahaya. Pemerintahan marga dalam Undang-Undang Simbur Cahaya terdiri dari beberapa dusun. Masing-masing unit sosial ini dipimpin oleh seorang pasirah, kerio, dan penggawa. Pembarap ialah kepala dusun (kerio) di mana seorang pasirah tinggal. Seorang pembarap mempunyai kekuasaan untuk menggantikan seorang pasirah apabila pasirah berhalangan hadir dalam suatu acara atau kegiatan. Pasirah dan kerio dibantu oleh penghulu dan ketib dalam penanganan urusan keagamaan. Kemit marga dan kemit dusun ditugaskan untuk mengatasi permasalahan yang berhubungan dengan urusan keamanan. Dalam Inlandsche Gementee Ordonantie Buitengwesten (IGOB) tahun 1938 No. 490.34 dinyatakan bahwa masing-masing marga yang membawahi beberapa dusun dikepalai oleh seorang pesirah dengan gelar depati atau ngabehi. Setiap dusun dikepalai oleh seorang kerio, sedangkan dusun di ibukota marga dikepalai oleh pembarap. Semua pejabat formal ini dipilih oleh penduduk yang mempunyai hak memilih untuk waktu yang tidak ditentukan. Para pesirah (depati/ngabehi) yang telah menjalankan selama 15 tahun biasanya diberhentikan dengan hormat oleh residen dengan diberi gelar pangeran.

Masyarakat Desa Gunung Megang Jarai tahun 1931

Sistem pemerintahan Marga yang telah berlangsung sebelum masuknya Pemerintah Hindia Belanda terus berlanjut di masa Pemerintah Hindia Belanda hingga pasca kememerdekaan. Ketika Indonesia berdiri pada tahun 1945 sistem marga masih tetap diterapkan dan terdapat di dalam Undang-Undang 1945 Pasal 18, Romawi II dijelaskan sebagai berikut: “dalam teritori Negara Republik Indonesia terdapat lebih kurang 250 Zelbestuurende Lanschappen dan Volkgemenschappen, seperti desa di Jawa dan Bali. Penamaan nagari di Minangkabau, marga, dan dusun di Palembang, dan sebagainya. Akan tetapi pada masa Orde Baru melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa menyebabkan termarjinalnya fungsi marga. Bahkan dikeluarkan Surat Keputusan Gubernur Sumatera Selatan Nomor 142/KPTS/III/1983 tentang Penghapusan Sistem Marga di Sumatera Selatan.

Dalam Surat Keputusan yang diterbitkan pada tanggal 24 Maret 1983 tersebut menyatakan, pertama pembubaran sistem marga di Sumatera Selatan. Kedua, pasirah (pemimpin marga) dan semua instrumen marga dipecat dengan hormat. Ketiga, dusun, di dalam sebuah marga, diganti dengan desa sesuai dengan definisi yang ada pada Undang-Undang Nomor 5 tahun 1979. Keempat, kerio sebagai kepala dusun, akan menjadi kepala desa yang akan ditunjuk melalui pemilihan kepala desa sesuai dengan UU Nomor 5 tahun 1979. Implikasi undang-undang dan surat keputusan tersebut adalah rusaknya lembaga-lembaga tradisional dan adat bahkan marga sebagai sistem pemerintahan pun dihapuskan. Menurut catatan yang dibuat pada tahun 1879 dan 1932 seluruh marga yang ada di Sumatera Selatan (pada waktu itu disebut Karesidenan Palembang) berjumlah 174 marga. Tahun 1940, menjelang masa kemerdekaan jumlah itu menjadi 175 marga. Pada masa kemerdekaan di awal masa Orde Baru, tahun 1968, berjumlah 181 marga. Pada tahun 1983 ketika marga-marga dibubarkan jumlah seluruh marga di Sumatera Selatan mendekati angka 200.

Untuk marga-marga di Lematang Ulu-Lahat terdapat 15 marga yaitu : 1) Bungamas, 2) Empat Lurah Manggul di Manggul, 3) Endikat, 4) Gumai Ulu, 5) Gumai-Lembak di Lubuk Sepang, 6) Lawang Kulon, 7) Puntang Merapi di Merapi, 8) Pagar Gunung di Karang Agung, 9) Penjalang Suku Empayang Kikim dan Saling Ulu (PSEKSU) di Sukajadi, 10) Penjalang Suku Lingsing di Pagar Jati, 11) Penjalang Suku Pangi di Nanjungan, 12) Penjalang Suku Empayang Ilir di Gunung Kerto, 13) S.Dal.S.Lingsing, 14) Tembelang Gedung Agung di Gedung Agung, 15) Empat Suku Negeri Agung di Ulak Pandan  dan di Tanah Pasemah-Pagar Alam terdapat 10 marga yaitu : 1) Mulak Ulu di Muara Tiga, 2) Penjalang Suku Tanjung Kurung di Tanjung Kurung, 3) Sumbai Besak Suku Kebun Jati di Kebun Jati, 4) Sumbay Ulu Lurah Suku Pajar Bulan di Pajar Bulan, 5) Sumbai Besak Suku Alun Dua di Alun Dua, 6) Sumbai Mangku Anum Suku Muara Siban di Bumi Agung, 7) Semidang Suku Pelang Kenidai di Pelang Kenidai, 8) Sumbai Besak Suku Lubuk Buntak di Lubuk Buntak, 9) Sumbai Mangku Anum Suku Penantian di Penantian, 10) Sumbai Tanjung Raya Suku Muara Payang di Talang Tinggi.

Ada 2 marga dari Pasemah ketika pembentukan karesidenan oleh Pemerintah Hindia Belanda masuk ke Afdeeling Manna Karesidenan Bengkulu yaitu Marga PUMI dan Marga PUMU yang saat ini menjadi Kecamatan Tanjung Sakti PUMI dan Kecamatan Tanjung Sakti PUMU. Kata PUMI dan PUMU mempunyai arti PUMI (Pasemah Ulu Manna Ilir) dan PUMU (Pasemah Ulu Manna Ulu) akan tetapi juga ada yang mengartikan kata Manna menjadi Muara maka menjadi Pasemah Ulu Muara Ilir dan  Pasemah Ulu Muara Ilir.

Dari 27 marga yang berada di Lematang Ulu-Lahat, Tanah Pasemah-Pagar Alam dan Manna-Bengkulu tersebut yang saat ini berada di wilayah Kabupaten Lahat ada 23 marga, yaitu :  1) Bungamas, 2) Empat Lurah Manggul, 3) Endikat, 4) Gumai Ulu, 5) Gumai-Lembak, 6) Lawang Kulon, 7) Puntang Merapi, 8) Pagar Gunung, 9) Penjalang Suku Empayang Kikim dan Saling Ulu (PSEKSU) 10) Penjalang Suku Lingsing, 11) Penjalang Suku Pangi, 12) Penjalang Suku Empayang Ilir, 13) S.Dal.S.Lingsing, 14) Tembelang Gedung Agung, 15) Empat Suku Negeri Agung, 16) Mulak Ulu, 17) Penjalang Suku Tanjung Kurung, 18) Sumbai Besak Suku Kebun Jati, 19) Sumbay Ulu Lurah Suku Pajar Bulan, 20) Sumbai Mangku Anum Suku Penantian, 21) Sumbai Tanjung Raya Suku Muara Payang, 22) PUMI dan 23) PUMU.

Seorang penari dengan pakai adat Pasemah

Kemudian dari 23 marga tersebut saat ini menjadi 24 kecamatan yaitu : 1) Kikim Timur eks Marga Bungamas dan Lawang Kulon, 2) Kikim Tengah, 3) Kikim Selatan eks Marga Penjalang Suku Lingsing dan Marga Penjalang Suku Pangi, 4) Kikim Barat, 5) PSEKSU eks Marga PSEKSU, 6) Gumay Talang eks Marga Endikat, 7) Lahat eks Marga Empat Lurah Manggul, 8) Merapi Timur eks Marga Tembelang Gedung Agung, 9) Merapi Selatan eks Marga Empat Suku Negeri Agung, 10) Merapi Barat eks Marga Puntang Merapi dan Marga Empat Suku Negeri Agung, 11) Lahat Selatan eks Marga Empat Lurah Manggul,, 12) Pulau Pinang eks Marga Gumay Lembak, 13) Gumay Ulu eks Marga Gumai Ulu, 14) Pagar Gunung eks Marga Pagar Gunung, 15) Mulak Sebingkai eks Marga Mulak Ulu, 16) Mulak Ulu eks Marga Mulak Ulu, 17) Kota Agung eks Marga Kebun Jati, 18) Tanjung Tebat eks Marga Tanjung Kurung, 19) Tanjung Sakti PUMI eks Marga PUMI, 20) Tanjung Sakti PUMU eks Marga PUMU, 21) Pajar Bulan eks Marga Pajar Bulan, 22) Sukamerindu eks Marga Pajar Bulan, 23) Jarai eks Marga Penantian dan 24) Muara Payang eks Marga Muara Payang.

Dari 24 kecamatan tersebut yang masih memakai nama marga yaitu : 1) PSEKSU, 2) Merapi, 3) Gumay Ulu, 4) Pagar Gunung, 5) Mulak Ulu, 6) Pajar Bulan, 7) Muara Payang, 8) Tanjung Sakti PUMI, 9) Tanjung Sakti PUMU, maka ada baiknya bila nama kecamatan mengambil dari nama marga karena marga berasal dari serikat dusun baik atas dasar susunan masyarakat yang berdasarkan suatu teritorial tertentu maupun rumpun keluarga (genealogis). Marga merupakan susunan masyarakat yang berdasarkan adat dan hukum adat, serta mempunyai wilayah tertentu. Marga hidup menurut adat yang berlaku sejak marga itu mulai dibentuk jauh di waktu yang lampau. Adat menjiwai kehidupan warganya, masyarakat, dan pemerintahnya. Selain itu, masyarakat juga mempunyai ikatan lahir batin yang kuat yang sejak awalnya telah memiliki hak untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya.

Semoga ke depan penamaan nama kecamatan di Kabupaten Lahat dapat mengambil nama marga misalnya Kecamatan Kikim Timur menjadi Kecamatan Bungamas, Kecamatan Gumay Talang menjadi Kecamatan Endikat, Kecamatan Merapi Timur menjadi Kecamatan Tembelang Gedung Agung, Kecamatan Pulau Pinang menjadi Kecamatan Gumay Lembak, Kecamatan Kota Agung menjadi Kecamatan Kebun Jati dan Kecamatan Tanjung Tebat menjadi Kecamatan Tanjung Kurung. Dengan demikian nama kecamatan tidak pernah lepas dari masyarakat yang berdasarkan adat dan hukum adat, serta wilayah tersebut. (Mario Andramatik, Juli 2023).


Sabtu, 24 Juni 2023

ARCA MANUSIA TANPA KEPALA (Jelajah Negeri Mengenal Budaya)

Situs megalitik dengan latar belakang Gunung Dempo

Kekayaan alam dan budaya Kabupaten Lahat sepertinya tak pernah akan habis untuk di eksplore dan di ekspose. Kali ini kami tim Lembaga Kebudayaan dan Pariwisata Panoramic of Lahat di akhir pekan melalukan perjalanan ke Desa Air Puar Kecamatan Mulak Ulu Kabupaten Lahat. Desa Air Puar berjarak 50 km dari pusat Kota Lahat atau perjalanan 1,5 jam dengan kendaraan roda empat ke arah Semendo. Dari Kota Lahat menuju arah Kota Pagar Alam ketika bertemu simpang tiga Asam di Desa Air Dingin Kecamatan Tanjung Tebat lalu belok ke kiri. Setelah melewati pasar Kota Agung terus menyususri jalan aspal ke arah Semendo dan akan melewati pasar Muara Tiga dan terus berada di jalan ini, setelah Desa Lesung Batu maka akan bertemu dengan Desa Air Puar.

Sesampai di Desa Air Puar kami sempat bertemu dengan Kepala Desa Air Puar Gun Hariansyah dan berbincang sebentar lalu kami langsung menuju rumah sahabat kami Anudi yang tepat berada di sebelah kiri jalan lintas Mulak Ulu – Semendo. Pada saat kami tiba di rumah Anudi kami langsung menuju ke belakang rumahnya karena Anudi sedang membajak sawah yang berada tepat di belakang rumahnya. Setelah melihat kedatangan kami Anudi segera menghentikan mesin traktor dan menghampiri kami.

Anudi mengajak kami untuk minum kopi, ya memang sudah menjadi kebiasaan masyarakat Kabupaten Lahat ketika menerima tamu dan menawari untuk minum kopi, karena memang hampir setiap desa di Kabupaten Lahat terdapat perkebunan kopi khususnya yang berada di sekitar Pegunungan Gumay dan Bukit Barisan seperti desa-desa di Kecamatan Mulak Ulu dengan mayoritas berkebun kopi. Kami mengajak Anudi untuk langsung melihat peninggalan megalitik yang berada di persawahan tepat di belakang rumahnya baru nanti selesainya menikmati kopi khas Air Puar.

Anudi berjalan paling depan dan kami mengikutinya, kali tim Panoramic of Lahat yang melakukan survey terdiri dari Mario Andramartik, Fabio Renato dan Fariyan. Kami berjalan di atas saluran air yang telah ditata dengan baik dan tepat di ujung saluran air sawah di sebelah kiri kami berhenti untuk melihat satu lumpang batu berlubang satu dengan diameter lubang 62 cm dan kedalaman lubang 9 cm, tetapi sayang beberapa bagian sisi lumpang sudah gompel. Sekitar 5 meter ada seonggok batu dengan ukuran sekitar 1 m dan setelah kami dekati ternyata sebuah lumpang batu yang mempunyai 2 lubang. “Nah ini lumpang batu, ini juga megalitik” kataku dan Anudi menyahut dengan “woiiii….. aku dek tau kalo itu megalitik pule, aku apat duduk di pucuknye sambil mancing” (oh saya tidak tahu kalau itu juga megalitik, saya sering duduk diatasnya sambil memancing). Posisi lumpang batu dalam posisi miring dengan kedua lubang di bagian samping. Kedua lubang lumpang batu mempunyai ukuran yang sama yaitu 17 cm akan tetapi kedalaman lubang berbeda yaitu 12 dan 14 cm. Lumpang batu masih terlihat baik walaupun tanpa pemeliharaan. Posisi lumpang diketinggian 593 mdpl yang berhawa cukup sejuk.

Warga desa bersama lumpang batu

Selanjutnya kami menyusuri pematang sawah untuk menuju peninggalan megalitik berikutnya, sekitar jarak 30 meter terlihat seonggok batu dan setelah tepat berada di depan batu, kami baru bisa melihat kondisi batu. Batu ketiga yang kami datangi berupa lumpang batu berlubang 3, posisi lumpang batu juga dalam posisi miring dengan ke-3 lubang lumpang berada disamping. Lumpang batu ini hampir berbentuk segitiga dan posisi lubang lumpang juga membentuk pola segitiga mengikuti bentuk batu. Pada sisi-sisi lubang lumpang terdapat pembatas/pelipit akan tetapi ada beberapa sudah rusak. Ke-3 diameter lubang lumpang batu hampir sama dengan ukuran 16 cm begitu juga dengan kedalaman lubang dengan ukuran 12 cm. Lumpang batu berada tepat di sawah yang saat ini baru selesai dibajak dan digenangi air akan tetapi secara umum kondisi lumpang batu dalam kondisi baik dan aman.

Selesai dari melihat lumpang batu kami masuk ke dalam sawah yang digenangi air dengan kedalaman hingga betis kaki, kami berjalan ke arah tengah sawah dimana banyak onggokan bebatuan. Dari kejauhan onggokan bebatuan tersebut terlihat ada membentuk pola memanjang dan ada juga yang berdiri sendiri. Kami sempat berhenti di sebuah batu sepertinya sebuah batu datar kemudian melihat barisan 6 batu yang membentuk memanjang, kami terus mendekat dan ternyata bebatuan ini berupa 6 dolmen yang membentuk memanjang, terlihat satu dolmen dengan 2 batu penyanggah dan bagian atas telah bergeser. Tepat di bagian timur 6 dolmen ada satu batu  dengan tinggi 65 cm, panjang 85 cm dan lebar 36 cm. Pada awalnya kami melihat dari arah utara dan belum bisa menyebut bentuk dari batu ini begitu juga kalau dilihat dari bagian timur dan barat tetapi setelah melihat dari bagian selatan batu, baru kami bisa mengidentifikasi batu ini. Ternyata seonggok batu ini merupakan arca manusia terlihat dari pundak, lengan dan tangan manusia tetapi bagian kepala telah hilang. Anudi sang pemilik tanah selama ini belum mengetahui bahwa batu tersebut adalah arca megalitik, setahu dia hanya lumpang batu berlubang 3 saja yang merupakan peninggalan megalitik. “aku dide keruan kalo batu ini arca megalit, anye pernah jeme sandi Jambi nyicek kalo nak nginak jeme dek bepalak dan kate aku ai ngape nak nginak jeme dek bepalak” (Saya tidak tahu kalau batu ini arca megalitik, tetapi pernah orang dari Jambi berkata kalau mau melihat orang tak berkepala dan kata saya ai mengapa mau melihat orang tak berkepala).


Terakhir kami melihat sebuah lesung batu dengan ukuran panjang 75 cm, lebar 55 cm dan tinggi 24 cm dengan panjang lubang 44 cm, tetapi sayang bagian sisi lesung batu sudah rusak kemungkinan terkena traktor. Selanjutnya kami duduk santai di belakang rumah Anudi, kami ngobrol menikmati keindahan sawah dengan latar belang Gunung Dempo dan langit nan cerah berwarna kebiruan ditemani kopi hitam khas Air Puar dan pisang goreng. Ketika kami sedang asyik ngobrol, terdengar suara assalamu’alaikum dan kami jawab kompak waalaikumsalam. Ternyata yang datang adalah Erlan warga Air Puar dimana di kebun kopinya juga terdapat peninggalan megalitik berupa Batu Bergores. Ketika kami membahas arca megalitik tanpa kepala dan langsung Erlan menyambar obrolan kami dan bercerita bahwa Ayah Erlan pernah bercerita tentang kepala arca tersebut tetapi Erlan tidak tahu lagi dimana keberadaan kepala arca. Jadi arca megalitik tanpa kepala yang sekarang berada di sawah Anudi memang pernah ada kepalanya, semoga kepala arca tersebut dapat diketahui.

Tim Panoramic of Lahat di lokasi lumpang batu

Dari rumah Anudi kami dipandu oleh Erlan melihat beberapa peninggalan budaya lainnya yang berada di Desa Air Puar yaitu rumah adat atau yang disebut sebagai ghumah baghi. Terdapat beberapa ghumah baghi di desa ini akan tetapi sangat disayangkan kondisinya tidak terpelihara dengan baik, banyak bagian rumah sudah berubah seperti atap dan tambahan lainnya sehingga bentuk asli ghumah baghi sudah tidak terlihat. Ghumah baghi dengan pahatan/ukiran atau yang lebih dikenal dengan ghumah tatahan terlihat sangat megah karena terdapat pahatan di beberapa sudut rumah. Dimasanya tentu rumah seperti ini hanya dimiliki oleh orang tertentu karena untuk mendirikan rumah dengan banyak pahatan tentu membutuhkan biaya yang tidak sedikit terutama untuk mendapatkan bahan baku kayu berkwalitas dan tukang yang terampil untuk merakit dan memahatnya. Salah satu ciri khas ghumah baghi adalah bentuknya dan kontruksi rumah yang dibuat tanpa menggunakan paku dan tahan gempa.

Dari desa kami berjalan menuju timur desa ke arah Semendo, setelah berjalan sekitar 500 meter kami berbelok ke kanan dan masuk perkebunan kopi dan berjalan di antara pohon-pohon kopi sejauh 150 meter. Sebelum masuk kebun kopi kami bertemu dengan sekelompok anak-anak SD yang ternyata juga mempunyai tujuan yang sama dengan kami. Yach kami akan menuju ke Batu Bergores atau yang lebih dikenal masyarakat Desa Air Puar sebagai Batu Tatah. Setelah menyusuri pepohonan kopi kami menyeberangi sungai puar dan berjalan sekitar 20 meter dan tiba di batu tatah. Dalam kesempatan ini anak-anak SD yang berasal dari SD di Desa Air Puar didampingi guru kelas dan Kepala Sekolah yaitu Robinson, SPd dan memberi kesempatan kepada kami untuk menjelaskan batu tatah kepada anak-anak.

Batu Tatah di Desa Air Puar telah diketahui oleh H.W.Vonk berkebangsaan Belanda pada tahun 1934 yang dituangkan dalam tulisannya berjudul De Batoe Tatahan Bij Air Poear kemudian tim dari BPCB Jambi melakukan pendataan pada tahun 2016 selanjut dari Puslitarkenas kesini pada tahun 2017 dan mahasiswa S3 Perancis mengunjungi batu tatah pada tahun 2021. Dari kedua situs megalitik yang ada di Desa Air Puar kondisinya hingga saat ini masih belum mendapat perhatian serius dari pemerintah terutama terkait pemeliharaan misalnya pemerintah  mengangkat juru pelihara situs megalitik untuk perawatan dan pemeliharaan kedua situs lebih baik dan maksimal seperti yang sudah dilakukan di situs lainnya.

Potensi Desa Air Puar selain potensi budaya berupa situs megalitik dan ghumah baghi juga mempunyai potensi pariwisata berupa air terjun/cughup, terdata ada 6 cughup di Desa Air Puar,  belum lagi potensi pertanian, perkebunan, perikanan dan peternakan. Bila saja ke-6 sektor tersebut dapat dikembangkan menjadi satu kesatuan yang tak terpisahkan misalnya dijadikan Integrated Farming, perpaduan sektor pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, kebudayaan dan pariwisata, dikembangkan untuk meningkatkan kesejahteraan dan peningkatan perekonomian masyarakat desa, bisa dibentuk Bumdes dengan unit usaha ke-6 sektor tersebut. Semoga suatu saat Desa Air Puar dan Kecamatan Mulak Ulu dapat berkembang dengan baik, maju dan sukses menjadikan Kabupaten Lahat Bercahaya. (Mario Andramartik, Juni 2023).

Selasa, 31 Januari 2023

BATU BELADUNG (Jelajah Negeri Mengenal Alam)

                    Wisatawan di Cughup Batu Beladung


Setiap liburan akhir tahun dan tahun baru  hampir setiap daya tarik dan destinasi wisata dimanapun berada selalu ramai dan dipadati wisatawan bahkan kenaikan kunjungan wisatawan bisa mencapai 3 kali lipat dari hari biasa. Hal ini terjadi juga di beberapa daya tarik dan destinasi wisata di Kabupaten Lahat seperti Waterboom, Puncak Gugah, Taman Ayek Lematang, Pagar Park, Cughup Buluh, Bukit Besak, TMC, Ayek Pacar dan Agrowisata Tanjung Sakti.

Seperti diketahui bahwa Kabupaten Lahat mempunyai daya tarik wisata yang sangat beragam baik wisata alam, budaya dan buatan yang tersebar di beberapa desa dan kecamatan dari ujung timur hingga ujung barat. Dan di awal tahun 2023 ini Kabupaten Lahat mencatatkan diri penambahan destinasi wisata baru yaitu Cughup Batu Beladung yang berlokasi di Desa Tanjung Payang Kecamatan Lahat Selatan. Lokasi destinasi wisata ini baru saja dirintis seminggu yang lalu oleh pemilik lahan bernama Darmadi seorang warga Tanjung Payang bersama kerabatnya.

Untuk menuju lokasi air terjun atau dalam bahasa Lahat di sebut cughup,  maka Cughup Batu Beladung sangat mudah untuk dijangkau. Dari pusat Kota Lahat atau Simpang 4 Pasar Lematang menuju ke arah barat atau arah ke Pagar Alam setelah melintasi lapangan PJKA ada simpang 4, belok ke kiri dan terus lurus menyeberangi jembatan sungai Lematang yang baru saja di cat dengan warna yang biru menarik sehingga terlihat lebih indah. Dari jembatan Lematang terus lurus mengikuti jalan Drs.Harunata sejauh 5 km dengan kondisi jalan aspal yang bagus dengan bahu jalan berbeton sehingga jalan ini sangat aman untuk dilalui, selanjutnya belok ke kiri dan masuk jalan cor beton sejauh 100 meter dan kendaraan dapat parkir di lokasi ini. Berikutnya jalan kaki sejauh 100 meter dengan meniti anak tangga dan dilanjutkan menelusuri puluhan bebatuan yang tersebar di lokasi ini dan suara air gemericik menyambut kedatangan wisatawan. Ketika menyeberangi jembatan Lematang di sebelah kiri jalan telah dipasang spanduk kecil petunjuk arah ke Cughup Batu Beladung begitu juga di beberapa titik sepanjang jalan menuju lokasi cughup telah dipasang petunjuk arah. Hal ini untuk mempermudah wisatawan mencari lokasi cughup.

Air jernih berwarna putih mengalir dari atas dan jatuh mengalir di atas bebatuan yang menumpuk sehingga cughup ini terlihat lebih indah. Walaupun di musim hujan dan sungai lematang berwarna keruh tetapi cughup ini tetap berair jernih. Banyaknya bebatuan yang tersebar dan bertumpuk-tumpuk di lokasi cughup ini sehingga lokasi ini disebut Cughup Batu Beladung (batu bertumpuk-tumpuk) seperti dituturkan Kepala Desa Tanjung Payang Sapri.

Bupati Lahat Cik Ujang, SH melalui Tim Bupati Untuk Percepatan Pembangunan Bidang Kebudayaan, Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Mario Andramartik yang berkunjung langsung ke lokasi bersama Kepala Desa Tanjung Payang Sapri dan Kepala Dusun Dian. Pemkab Lahat sangat mendukung dengan dibukanya daya tarik wisata ini menjadi destinasi wisata apa lagi lokasinya sangat dekat dengan ibukota kabupaten, jalan menuju lokasi mudah untuk semua kalangan, aman dan nyaman, ayo wisata ke cughup Batu Beladung, ayo wisata ke Lahat sambung Mario.

         TBUPP, Kades dan Pengelola Cughup Batu Beladung

Walaupun destinasi wisata ini baru seumur jagung akan tetapi telah mampu menarik banyak wisatawan maka dari itu pemilik lahan lebih giat dan semangat untuk melakukan pembenahan seperti membuat toilet, tempat ganti pakaian, gazebo, pance (bangku tempat duduk dari bambu), pondok jualan dan menyiapkan lahan untuk berkemah tepat di atas cughup yang merupakan kebun karet. Pengelola cughup juga telah melakukan terobosan dalam mempromosikan destinasi wisata Cughup Batu Beladung dengan membuat Lomba Foto melalui media sosial Instagram. Hal ini tentu suatu upaya untuk menarik minat wisatawan berkunjung dan memberikan apresiasi atas kunjungan wisatawan.

Semoga segala upaya yang telah dilakukan dan akan dilakukan oleh pengelola dalam pengembangan Cughup Batu Beladung akan berjalan dengan baik dan lancar sesuai dengan harapan serta dapat meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar cughup. Januari 2023 Mario Andramartik.

Jumat, 27 Januari 2023

SINGAPURE LAHAT (Jelajah Negeri Mengenal Alam)

Tim survey foto bersama di Cughup Endap

Pada liburan akhir tahun 2022 dan tahun baru 2023 hampir semua destinasi wisata dimanapun berada selalu dipadati wisatawan. Di Kabupaten Lahat destinasi wisata yang sangat padat dikunjungi wisatawan seperti Agrowisata Tanjung Sakti, Ayek Pacar, Taman Ayek Lematang dan Waterboom begitu juga dengan penginapan/hotel penuh dengan wisatawan dari berbagai kota di Sumatera Selatan dan luar Sumatera Selatan. Yach memang Kabupaten Lahat mempunyai banyak destinasi wisata dan daya tarik wisata yang tersebar hampir di setiap kecamatan baik wisata alam, budaya dan buatan.

Di awal tahun 2023 ini Bupati Lahat Cik Ujang, SH melalui Tim Bupati Untuk Percepatan Pembangunan Bidang Kebudayaan, Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Mario Andramartik melakukan kunjungan ke satu air terjun atau cughup di Desa Singapure Kecamatan Kota Agung Kabupaten Lahat. Dalam kunjungannya tim didampingi Herlianto Sapsidi, Handoyo, Victorrogo Sekretaris Desa Singapure, Rahap Budianto Manager PT Prastya Bajra Prima dan Darhanis pemilik lahan cughup.

Lokasi cughup dekat dengan PLTM Endika yang dibangun oleh PT Prastya Bajra Prima. Pembangkit yang memanfaatkan air sungai Endikat sebagai penggerak turbin yang menghasilkan listrik sebesar 8 MW. Di atasnya juga ada PLTM PT Green Lahat yang memproduksi listrik sebesar 10 MW. Kedua PLTM ini merupakan pembangkit listrik energi baru terbarukan.

Setelah sampai di site PLTM Endikat Victor dan Rahap bercerita bahwa di Desa Singapure terdapat 4 air terjun yaitu Ndelindang, Endap, Liku Semen dan Beringin. Ke-4 air terjun masih sangat alami dan belum ada fasilitas penunjang sebagai destinasi wisata. Akhirnya kami putuskan untuk melihat air terjun Endap.

Untuk menuju lokasi air terjun Endap dari pintu masuk site PLTM Endikat berhenti di headpond, karena untuk menuju lokasi cughup harus melewati site PLTM maka perlu pemberitahuan dahulu sebelum berkunjung. Dari headpond lalu turun dan menyeberangi sungai Getapan dengan jembatan kayu. Kemudian sedikit naik untuk menuju pondok Darhanis. Dari pondok Darhanis menyusuri kebun kopi berikutnya sedikit turun menuju lahan yang baru saja dibuka oleh Darhanis untuk ditanami dengan pohon kopi.

Setelah berjalan sekitar 5 menit kami menyusuri sungai Getapan. Di barisan paling depan Darhanis memimpin perjalanan menuju cughup, Darhanis membawa parang untuk memotong ranting-ranting agar perjalanan kami lebih menyenangkan walaupun kami juga harus meruduk karena beberapa pohon besar yang tumbang. Menurut Darhanis memang belum ada yang sengaja berkunjung ke Cughup Endap ini begitu juga Victor Sekretaris Desa Singapure mengatakan bahwa baru kali ini ke cughup Endap. Menurut beberapa pekerja PLTM Endikat juga belum pernah berkunjung ke cughup Endap.

Setelah menempuh perjalanan kaki sekitar 15 menit kami tiba di cughup Endap yang berair jernih, mempunyai lubuk dengan kedalaman 1,5 meter, ketinggian sekitar 20 meter dengan pepohonan nan rindang disekelilingnya membuat cughup Endap begitu sejuk, asri dan hijau di ketinggian 750 mdpl. Cughup Endap berada di sungai Getapan, diatasnya ada cughup Ndelindang yang berjarak sekitar 1 km. Sungai Getapan mengalir ke sungai Endikat.

Untuk menuju cughup Endap dari Kota Lahat ke arah Kota Pagar Alam, kemudian di Simpang 3 Asam desa Air Dingin Lama dapat belok kiri ke arah Kota Agung, bila melalui jalan ini dapat ditempuh dengan jarak 56 km atau 1 jam 45 menit dan bila belok kanan ke arah Kota Pagar Alam lalu belok kiri di desa Bandar maka dapat ditempuh dengan jarak 75 km atau 2 jam perjalanan. Dari kedua jalan saat ini dalam kondisi baik dengan lebar jalan sekitar 4 meter sehingga bila berpapasan 2 mobil maka harus berhenti salah satu mobil.


Setiba di cughup kami langsung buru-buru untuk berfoto bersama sebelum hujan lebat datang, selesai berfoto kami langsung meninggalkan cughup Endap kembali ke pondok Darhanis. Alhamdulillah hujan hanya gerimis dan sebentar sehingga belum membasahi pakaian kami. Setiba di pondok Darhanis kami menyeduh kopi yang disajikan oleh istri Darhanis. Kami menikmati kopi yang diproduksi dari kebun sendiri dan diolah dengan sederhana dan menggunakan peralatan tradisional seperti isaran (alat pengupas kulit kopi), ditumpuk sendiri dengan lesung kayu, digoreng sendiri di kebun ini sehingga kelezatan kopinya sangat terasa. Selesai menikmati kopi robusta Darhanis nan lezat kami kembali ke kendaraan kami dan kembali pulang.

Desa Singapure mempunyai potensi 4 air terjun, rumat adat (ghumah baghi), perkebunan kopi, lada, persawahan dan 2 PLTM, tentu ini merupakan potensi yang besar dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat desa Singapure. Smoga kelak Singapure Lahat dapat maju berkembang menjadi Singapore  yang merupakan negara maju yang berada di Asia Tenggara. Januari 2023, Mario Andramartik.